Senin, 12 Juli 2021

Bagian 1: Perihal Ikhlas


    Kala itu tidurku tak nyenyak sedetikpun, hingga akhirnya aku terbangun saat fajar baru saja terbit. Pagi masih buta, gelap gulita. Termenung diam di atas tempat tidurku, ditemani dinginnya fajar, aku berdialog dengan hatiku. Entah kali ini rasanya berbeda, seakan hilang seketika beban kesedihan yang selama ini membelenggu. “Tuhan? Inikah waktunya?” tanya benakku. Rasanya tenang sekali, ringan, tiada lagi resah gelisah juga kesedihan yang menyelimuti. Aku ingat saat ini, perasaan ini, rasa ini, waktu ini, seperti ini persisnya. Rasa dimana pada akhirnya, aku menuju ikhlas. Saat dimana Tuhan menyematkannya padaku, tentang rasa itu, perihal ikhlas. Kemudian Tuhan seakan bicara “sudah cukup”. Seketika mataku memanas, linangan air mata jatuh mengguyur wajahku pagi itu. Syukur yang aku rasakan atas waktu ini, ketika Tuhan mengangkat kesedihanku. Aku sampai pada akhir, kembali pada diriku. Diriku yang dulu, diriku di awal, diriku kala menjadi wanita yang menyimpan perasaannya padamu rapat-rapat belasan tahun silam. Wanita dibalik puisi-puisi itu. Wanita dibalik ratusan surat cinta, perihal perasaannya. Saat-saat dimana aku menginginkannya bahagia dengan siapapun dan dalam keadaan apapun Ia. Perihal derajat tertinggi sekaligus cara paling sederhana dalam mencintai seseorang, perihal ikhlas. 

Aku akhirnya sampai dan kembali lagi pada titik ini, dalam mencintaimu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar