Jumat, 09 Agustus 2019

Rindu Purnama


Rindu kali ini takkan berpulang kepada pemiliknya. Jangan tanya mengapa. Engkau pasti paham perihal meninggalkan dan ditinggalkan. Telah kesekian kali purnama kunikmati sendiri, kulahap habis dikala malam. Namun kali ini tanpa suaramu, yang mendebarkan jantungku ketika kabarku disini membuatmu penasaran, menjadi tanya yang tak pernah terlewatkan. Dapat kupastikan pada matamu, kau ingin aku baik-baik saja. Menunggu dan terus menunggumu. Sebab ratusan kilo terbentang diantara kamu dan aku. Namun kala itu, rasanya purnama tak pernah segelap ini. Pekat dan tanpa tawa itu, tawamu. Hanya ada bayangmu menghantui, berlarian dipikiranku. Aku rindu, tentu. Ragamu hilang, namun tidak dengan bayangmu. Terlebih pada senyummu. Rasanya kacau. Tak ingin ku ingat, tapi selalu teringat. Purnama tanpa suaramu, sekali lagi. Sepertinya kau telah menjelma menjadi candu. Mirisnya, aku tak bisa lupa. Malampun tak pernah se-mengerikan ini  tanpamu. Kupikir aku akan baik-baik saja ketika kamu pergi. Nyatanya? Aku takut, kamu dimana? Tidakkah kau merindu? Mungkin tidak.  Entah apa yang aku lawan kini. Kamu, pikiranku, atau perasaanku? Ah, Sudahlah. Menikmati purnama tanpamu memang menimbulkan ratusan tanya tanpa jawab. Menghasilkan sajak-sajak pilu dan ribuan diksi kias perihal rindu. Atau aku keliru, mungkin hanya belum terbiasa, tanpamu. Ah, Kenapa memori kini terasa menyesakkan, memori tentangmu, terlebih malam ini. Purnama sedang sendu-sendunya kunikmati tanpa hadirmu. Mungkin ia turut berduka, atau aku saja yang berandai-andai. Lagi-lagi aku merindu. Selalu seperti ini, dikala purnama sedang bersolek menggoda sang malam. Aku iri menyaksikannya sendirian. Namun tak apa, mungkin memang ragamu hilang, tapi namamu kini abadi dalam sajak-sajak yang kutulis.

6 komentar: