Jumat, 13 Februari 2015

EDISI CERPEN #2


AKU DAN MENDUNG YANG KAMU KECEWAKAN

            Siang tenggelam, karena mendung saat ini datang. Entah mengapa aku sangat menyukai mendung, tak ada panas, tak ada hujan, hanya ada sejuk, dan kamu. Kamu yang saat ini sedang berdiri di persimpangan koridor sekolah. Aku sibuk menghirup hawa mendung, dan kamu sibuk tertawa dalam peradaban, dengan mata menyipit yang melengkungkan pelangi. Aku suka. Termenung aku dalam memperhatikanmu. “hai, kok belum pulang?” bayang mu dalam halusinasi lantas menjadi hidup. Kamu yang sontak duduk mendampingi aku dan mendung membuka suara. Aku tak bisa menyangkal, aku melambung tinggi ketika kamu mengucap Tanya untukku. Aku kesusahan untuk biasa saja di hadapanmu dan menyembunyikan senyumku yang mulai mengembang. Perlu waktu lama untukku menyerap kata-kata mu yang sekarang tersangkut pada tenggorokanku. Aku tercekat. Jemari tanganmu menyentuh bahu ku, membuat aku kembali tersadar bahwa ada kamu dalam nyataku saat ini. “hei, are you okay?” logat fasih nya mengembalikan konsentrasiku yang buyar. “yes I’m.” dia menggelengkan kepalanya diteruskan dengan pertanyaan “kenapa belum pulang?” datarnya. “aku masih menikmati mendung,Dika.”  Nama yang membuat hatiku berdegup kencang ketika namanya disebut dan terdengar olehku. “oh, kamu aneh. Biasanya orang itu suka hujan, aku kira kamu sedang menunggu hujan.” Tanggapnya. “berbeda denganku.” Jawabku singkat dengan senyuman setipis mungkin. Aku takjub saat ia kemudian berpangku dagu ikut menghayati mendung. Seuntai kalimat pun muncul dari bibirnya yang manis. “ternyata memang enak, aku mulai tahu kenapa kamu suka mendung. Hawanya sejuk, pas, karna nggak panas dan belum turun hujan. Kayaknya aku mulai suka juga.” Diikuti pandangan matanya yang tak lepas dari mataku, juga simpul senyuman yang menghiasi bibirnya. “ya, begitulah.” Pandanganku yang lalu berpaling, ke langit. Kami diam sejenak, membiarkan hawa-hawa sejuk menusuk tubuh kami, dan diam membawa jalannya sang waktu. “nggak pulang?” tanyaku menghidupkan ketenangan dan membuyarkan rangkaian kata dalam benak kami yang berlalu lalang. “oh ya, aku pulang.” Jawabnya dingin lalu meninggalkan begitu saja. Aku dan mendung. Entah, rasa sedih itu muncul. Dia sama sekali sosok yang tidak bisa ditebak. Terkadang membuatku melambung dan kadang menghempaskan secara kejut,seperti ini. sosoknya telah menghilang dari lingkar mataku. Punggung yang selalu ku tahui itu juga telah termakan oleh waktu yang berlalu. Aku masih terdiam membisu bersama mendung. Pikiranku memutar kepada beberapa waktu berharga lalu tanpa kejadian pahit yang menyinggung tulang rusukku.
           


Matahari masih bersembunyi dibalik awan, bulan tentu belum memunculkan sinar. Masih mendung dan hawa sejuk yang menghiasi. Hanya ada aku dan mendung. Tanpa kamu, kamu yang hanya beberapa menit lalu mengisi kekosongan sang mendung. Aku bangkit dari duduk ku. Perlahan meninggalkan hawa mendung. Entah mengapa bayangnya melintas dalam pikiranku, kemudian mataku. Tunggu! Ternyata memang bukan halusinasiku saja. Aku terperanjat, mataku terbelalak. Rupanya ia belum benar-benar pulang. Dadaku sesak memandangnya, bukan senyum yang kulengkungan kini, bukan juga sapaan yang akan terucap. Hanya tetesan hujan dari mataku yang akan turun sebentar lagi. Aku melihat wajahnya menampakkan sinar kebahagiaan, tatapnya lurus pada perempuan dihadapnya. Tangannya menyatu dengan tangan perempuan itu. Aku berusaha menahan air mata yang akan jatuh titik demi titik. Tanganku membungkam mulut, aku berbalik arah dan berjalan setenang mungkin tanpa harus berlari. Air mataku mulai turun sekenanya. Dia memang sulit ditebak, apalagi untuk hatiku. Entah, aku bersembunyi, ditempat yang orang lain tak mungkin menghampiri. Air mataku tumpah sejadi-jadinya. Hati ini hancur, bayangnya dengan perempuan itu masih terlintas dalam pikiran. Mendung kini yang mengikutiku. Seraya ia melihatku menangis dan bersedih, mendung mendampingiku. Kini bukan lagi antara kamu dan mendung. Tapi hanya ada aku dan mendung, yang menggelap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar